Pada tanggal 26 November 2011, gue pernah ikut Ekspedisi Sungai Brantas.
Pada Ekspedisi kali ini, dihadiri oleh jajaran pejabat termasuk Bapak Walikota
dan dari pihak Radar Kediri. Nah, gue pengen banget ikutan event ini untuk
referensi penelitian gue, bukan hanya untuk ikut lomba menulis aja, gue juga
ingin menjadi observer mengenai
ekspedisi budaya Sungai Brantas. Hasil ekspedisi ini juga dibukukan lo oleh
pihak Radar Kediri. Kebetulan, gue lagi
tertarik meneliti tentang bangunan-bangunan bersejarah dan berpengaruh di Kota
Kediri yang kebetulan posisi bangunan itu ada di tepian Sungai Brantas. Apa aja
sih Bangunannya... ini dia :
Masjid Agung Kediri :
Gereja Merah :
Gereja Merah didirikan pada 21 Desember 1904. Gereja Merah beralamatkan di
Jalan KDP Slamet 43, RT 1/1, Kelurahan Bandar Lor, Mojoroto, Kota Kediri.
Lokasi Gereja Merah yang berada di sisi barat sungai termasuk strategis. Dulu
area gereja dan sekitarnya adalah pusat pemerintahan, baik saat zaman kolonia
Belanda maupun pemerintahan Republik Indonesia. Gereja tertua di Kota Kediri
ini disebut Gereja Merah karena warna dindingnya yang tetap dipertahankan
hingga kini, yaitu merah. Warna merah di Gereja Merah aslinya berasal dari
warna bata. Natural dan mirip dengan bangunan bata ekspose yang sedang tren
saat ini. Gereja ini pertama kali bernama Kerkeraad
der Protes tancthe Gemeente te Kediri atau Gereja Protestan Jemaat Kediri.
Nama itu tak lepas dari maksud pendiriannya, yaitu sebagai gereja untuk jema’at
Protestan yang berdomisili di Kediri dan sekitarnya. Mereka mayoritas adalah
orang-orang Belanda baik asli maupun yang tinggal di Kediri.Gereja Merah sempat mengalami kekosongan pendeta
cukup lama sepeninggal Broers. Sebab, tidak ada lagi pengaderan. Walau demikian
warga pribumi tetap menjaga Gereja Merah. Namun, kondisi membaik setelah tahun
1974, dan mulai diadakan pemugaran gereja karna mulai ditemukan sejumlah
kerusakan (Sumber: Buku Ekspedisi Budaya Sungai Brantas Radar Kediri).
Klenteng Tjoe
Hwie Kiong :
Keberadaan klenteng Tjoe Hwie Kiong di tepian Sungai Brantas berperan
penting dalam pembentukan karakter masyarakat Kediri. Tjoe Hwie Kiong berarti
kebajikan. Klentheng ini berdiri di Jalan Yos Sudarso yang masuk wilayah
Kelurahan Pakelan, Kecamatan Kota Kediri. Bangunan ini khas dengan dominasi
ornamen kombinasi warna merah dan kuningnya. Selain wana, lokasina juga
strategis. Yaitu, di pojok Jalan Yos Sudarso. Ini adalah rute yang dilewati
kendaraan yang hendak menuju Surabaya. Klenteng yang dikelola oleh Yayasan Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) THK itu
menghadap ke barat, persis ke Sungai Brantas karna alasan hongsui yang dianggap
pas, yakni pemandangan yang langsung menghadap gunung, pohon dan air . Tidak ada yang tahu pasti tentang tahun pendirian
klenteng yang menjadikan Dewi Makco Thian Siang Sing Bio sebagai dewa utama
ini. Pengurus klenteng pun juga tidak mengetahuinya. Karna semua catatan hilang
ketika terjadi banjir bandang Sungai Brantas yang merendam setengah bangunan
klenteng pada tahun 1955. Pengurus hanya memperkirakan klenteng dibangun
sekitar 100 tahun setelah warga Tionghoa beramai-ramai merantau pada 1700-an.
Mereka masuk Nusantara lalu menyebarbke berbagai daerah, termasuk Kediri.
Klenteng ini dibangun dengan cara urunan.
Tempat ibadah itu diperuntukkan semua warga Tionghoa. Baik yang beragama
Konghucu, Budha, maupun Tao. Karena itulah, klenteng disebut sebagai tempat
ibadah tri dharma.
Bukan hanya
masjid agung kediri, gereja merah, dan klenteng Tjoe Hwie Kiong, namun beberapa
pesantren, industri tahu kuning, dan lokalisasi semampir juga terletak di
tepian Sungai Brantas loh. Sungai Brantas memang sungguh bersejarah bukan?
0 Response to "Ekspedisi Budaya Lembah Sungai Brantas Kota Kediri"
Posting Komentar